Rabu, 29 Februari 2012

SOSOK (Panutan Anti Korupsi)

Hoegeng Iman Santoso dan Merry Roeslani

Pada jaman sekarang, mayoritas orang Indonesia sudah memandang rendah kepada sesama orang Indonesia. Banyak yang berpandangan bahwa Indonesia sudah tidak bisa maju. Kebanyakan pesimis karena melihat tingkah laku para pejabat yang gila harta dan tak memikirkan nasib rakyatnya. Disaat nilai-nilai etika sudah mulai ditinggalkan, maka kejujuran, kedisiplinan, dan perilaku baik yang lain akan sangat mahal harganya. Sebagai seorang calon punggawa Negara maka kejujuran adalah salah satu yang sangat penting untuk dimiliki dan diterapkan. Bukan malah meniru kebiasaan para pendahulu yang buruk.
Untuk itu disini saya mencoba untuk mengangkat kembali kisah nyata seorang laki-laki Indonesia dan perempuan Indonesia. Dia adalah pejabat, pemimpin dan sosok pendamping yang patut dicontoh dan dijadikan teladan. Tidak usah jauh2 mencontoh orang luar negeri. Ternyata ada orang Indonesia yang jujur dan disiplinnya kelewat batas.
Saya mengetahui sosok ini sejak saya duduk di bangku sekolah. Saat itu ada sebuah stasiun televisi yang menayangkan sebuah acara yang dikhususkan untuk mengenang Hoegeng. Lalu siapakah dia sebenarnya?
Disini saya akan mencoba untuk menceritakan kembali dengan bahasa saya sendiri mengenai kedua sosok tersebut. Dan semoga kita bisa mencontoh kebaikan yang telah dilakukan.

Sebelum mulai mengulas tentang beliau, ada sebuah banyolan yang dilontarkan Gus Dur semasa hidupnya yang berbunyi “hanya ada tiga polisi yang jujur di Indonesia yaitu polisi tidur, patung polisi dan Hoegeng”.
Banyolan tersebut bukan tidak berdasar tetapi di tengah citra negatif pejabat polisi dan pejabat negara, ada sebuah nama yaitu (Alm) Hoegeng Iman Santoso yang patut di ingat. Mantan KaPolri di era tahun 1968-1971 ini dikenang sebagai sosok polisi yang “keterlaluan” jujurnya, sederhana, dan berdedikasi tinggi.
Sedikit bercerita tentang masa kecil Pak Hugeng. Hoegeng Iman Santoso merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem. Beliau lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan. Meskipun berasal dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah Hindia Belanda), namun perilaku Hoegeng kecil sama sekali tidak menunjukkan kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa. Hoegeng sama sekali tidak pernah mempermasalahkan ningrat atau tidaknya seseorang dalam bergaul.
Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena itu ia seringkali berpindah-pindah rumah kontrakan. Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal

Kedisiplinan dan kejujuran selalu menjadi simbol Hoegeng dalam menjalankan tugasnya di manapun. Banyak sekali contoh baik yang diberikan pak hugeng kepada kita semua. Beriku ini adalah beberapa kisah teladan Pak Hugeng yang dapat dicontoh dalam birokrasi.
·     
    Selama kepemimpinan Hoegeng, banyak hal terjadi dalam tubuh internal Kepolisian Republik Indonesia. Langkah pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya adalah struktur baru yang lebih dinamis dan komunikatif. Langkah kedua adalah perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1969, sebutan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) diubah menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Selain itu sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dan nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian. Pak Hugeng menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk melakukan perubahan mendasar menuju kebaikan. (sungguh keberanian dan ketegasan yang luar biasa ditengah kekuasaan kepala Negara (presiden) yang absolut). 
                  
                Saat petama kali bertugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956 Pak Hugeng menolak hadiah rumah dan berbagai isinya. Ketika itu, ia dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang inventaris kantor saja. Semua barang-barang mewah pemberian orang tak dikenal akhirnya ditaruh dan digeletakkan di pinggir jalan saja. ” Merry Roeslani, istri Hoegeng berujar,”Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang dan belum mengenal siapapun.”. Saking jujurnya, Pak Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Rumah itupun didapat dari pemberian Kapolri penggantinya. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor dikembalikan semuanya. (benar-benar kejujuran yang patut ditiru)
·    
      Pak Hugeng juga mengajarkan kepada anak-anakanya akan nilai2 etika dalam berprofesi. Putra Hoegeng menceritakan pengalaman berharga mereka ketika menjadi seorang anak pejabat. Ia bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang putranya tersebut. (meskipun seorang pejabat tinggi, dia tidak gila harta dan memanfaatkan kedudukannya untuk memperkaya diri serta tetap mempertahankan kejujuran dan mengajarkan sifat tersebut ke anak2nya)
·     
       Kisah lain yang sungguh mengagumkan yaitu  soal kebiasaan Hoegeng—saat menjabat Kapolri–ikut-ikutan mengatur lalu lintas ketika laju kendaraan di jalanan agak tersendat. Tak terbayang betapa salah tingkahnya para anak buahnya ketika Pak Hoegeng beraksi. Salah satu anaknya, Reni mengaku sempat kerap terlambat ke sekolah karena ”kebiasaan buruk” ayahnya yang tiba-tiba turun di tengah jalan untuk mengatur lalu lintas. (Semenjak saya dilahirkan Tahun 1990-an belum pernah saya mendengar berita ada Kapolri yang sampai begini pengabdiaanya kepada Negara. Jabatan yang tinggi tidak membuatnya lupa akan masyarakat, dan masih mau terjun langsung ke masyarakat)
·        
            Berikutnya adalah Kisah tentang toko kembang

saat itu mendiang Presiden Soekarno menunjuk Hugeng sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Sehari sebelum pelantikan, Pak Hoegeng meminta istrinya, Ibu Merry agar segera menutup toko kembang miliknya yang terletak di sebuah sudut Jalan Cikini. Padahal toko kembang itu adalah salah satu penopang tambahan kebutuhan hidupnya. Sungguh kontras memang. Jabatan bagi Pak Hoegeng bukan soal lahan untuk aji mumpung. Jabatan hanya sebagai lahan pengabdian dan ibadah.
Saat itu sang Istri sedikit protes dan bertanya, "Apa hubungannya toko kembang dengan jabatan Kepala Jawatan Imigrasi?" Pak Hoegeng menjawab dengan kalem tapi tegas, "Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kita dan itu tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya."

Jawaban itu, sungguh bijak dan mengharukan.  Sebuah sikap tegas yang diikuti dengan sikap sederhana. Padahal jika mau, Pak Hugeng bisa menjadi orang kaya dari Jabatannya tersebut. Lagi-lagi Pelajaran yang begitu berharga tentang sikap anti nepotisme dari petinggi polisi yang dicontohkan oleh beliau. Yang menarik sang istri kemudian menutup toko itu. Dia mengerti sikap tegas suaminya. Dia paham Pak Hoegeng sangat keras menolak aji mumpung pangkat dan jabatan. Mungkin juga, karena itu Ibu Merry jatuh cinta. Mungkin..
·        
      Polisi  yang tegak berprinsip

Masih dari kisah jabatan Kepala Jawatan Imigrasi. Karena jabatan itu, Pak Hoegeng mendapat jatah mobil dinas keluaran baru. Tapi anehnya, dia masih bersikukuh dengan mobil  dinas yang lama, jatahnya saat masih di bertugas di kepolisian. Dia berkilah, mobil jip lawas dari Kepolisian  juga milik negara. Dirinya merasa cukup dengan itu selama masih layak dipergunakan dan tidak sertamerta karena jabatan, lalu manja dan rakus.  Soal aji mumpung jauh dari sifatnya. Apalagi mengail di air keruh. Pak Hoegeng jauh dari laku seperti itu.

Polisi dimatanya adalah penegak hukum, titik! Tidak ada kompromi. Tidak ada bagi-bagi hasil dibawah tangan. Apalagi soal salam tempel amplop berisi duit jual kasus. Karena sikap seperti itulah dia terpental dari jabatan elit kepolisian Indonesia yang di pegangnya antara 1968-1971.

Kasus dengan keluarga Cendana.
Kala itu, Pak Hoegeng mengungkap kasus penyelundupan mobil kelas kakap yang dilakukan oleh Robby Cahyadi. Si pelaku di sebut punya kaitan dengan kalangan istana. Tapi betapa kecewanya, saat dia akan melaporkan itu ke Presiden, sang buruan sedang asyik bercengkrama di Cendana.  Ternyata benar, kekuasaan kongkalikong dengan keculasan. Jelas karena itu Sang Jenderal murka. Sejak saat itu, pupus sudah kepercayaan kepada kekuasaan. Begitu juga pada pucuk pimpinan negara bernama “presiden”.

Karena itu pula, Pak Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri sebelum masa jabatannya habis.  Tepatnya  1970, presiden mencopot jabatan itu dari pundak Pak Hoegeng dengan alasan regenerasi. Tapi aneh, penggantinya, Muhammad Hassan. Justru lebih tua darinya. Artinya dia menyadari, kekuasaan sudsah tidak suka sepak terjang membenahi korps kepolisian. Sebagai penghibur, Pak Hoegeng ditawari jabatan sebagi duta besar di Belgia. Tapi Pak Hoegeng menolak. (sungguh ketegasan yang patut dicontoh, membela yang benar dan memberantas yang salah).


Pak Hugeng berkata, "Saya tidak punya keterampilan basa-basi seorang duta besar!". Mungkin penolakan tersebut sebentuk resistensi yang tumbuh menguat dalam dirinya. Karena selepas itu, dia mulai mengambil posisi bersebrangan dengan kekuasaan. Dia mencoba memberi batas semakin tegas dengan wajah kekuasaan. Bersama Jenderal (Purn) Nasution dan Proklamator Bung Hatta, dia aktif di Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (LKB). Sebuah lembaga yang mencoba memuat suara lain diluar tubuh negara tentang bagaimana berkonstitusi  dengan suara hati nurani. 


           Pelajaran berikutnya dapat kita ambil dari seorang wanita bernama meery Roeslani. Istri Hoegeng ini tentunya adalah istri pejabat yang paling tentram usai sang suami pensiun. Merry dan ketiga anaknya yaitu Aditya, Reni, dan Ayu, tak perlu dag-dig-dug ayahnya diusik perkara korupsi usai pensiun, seperti yang banyak menimpa pensiunan pejabat negara belakangan ini. Sebaliknya, kemana pun Merry dan ketiga anaknya pergi, rakyat akan selalu mencium harumnya reputasi Hoegeng pada kehadiran mereka. Ibu merry juga merupakan istri yang selalu patuh terhadap suaminya, dan tidak menuntut harta yang melimpah dari suaminya. Beliau merupakan sosok pendamping yang patut dicontoh. Benar-benar seorang istri yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar